Rabu, 28 Maret 2012

Coupeau: A Character Study from L'Assommoir

Coupeau adalah pria dari kelas pekerja di buku L'Assommoir karya Émile Zola. Sebagai tukang atap (roofer), ia termasuk pekerja yang giat. Coupeau mencintai apa yang dikerjakannya, dan ia adalah tukang atap yang handal. Ia pria sederhana, baik dan sopan. Meski kehidupan para pekerja di Paris biasa diwarnai minuman keras dan wanita, tak begitu halnya dengan Coupeau.

Ia jatuh cinta pada Gervaise (tokoh utama wanita), selalu bersikap melindungi dan tak pernah memaksa Gervaise melakukan hal yang tak disukainya. Dengan sabar Coupeau melakukan pendekatan, hingga akhirnya Gervaise setuju untuk menikah dengannya. Pernikahan mereka bahagia, tinggal di rumah sederhana, dengan mengandalkan penghasilan Coupeau, dan Gervaise sebagai tukang cuci. Mereka mampu menabung hingga Gervaise dapat membuka rumah cuci (laundress) sendiri dan menempati rumah yang lebih layak.


Coupeau dalam film, pria baik hati yang mencintai Gervaise

Hingga suatu hari Coupeau tergelincir dan jatuh dari atap, dan kehidupan mereka takkan pernah sama lagi! Terbaring di tempat tidur dan tak bisa bekerja, Coupeau tak pernah mampu menerima nasib malangnya, dan mulai "terjatuh" ke dalam jerat minuman keras. Akhirnya racun itu mengubah Coupeau menjadi pribadi yang berbeda. Egois, tak bertanggung jawab, suka memukul, bahkan kesopanannya digantikan sumpah serapah dalam bahasanya yang kasar.

Sosok Coupeau menggambarkan banyak orang yang menyerah kalah pada kemiskinan dan penderitaan. Mereka adalah sosok-sosok yang kalah dalam pertempuran hidup. Ditambah lagi peran orang-orang di sekitar mereka yang sangat merusak, begitu ingin menarik orang lain ke dalam lembah ke mana mereka telah jatuh duluan. Di akhir novel ini akan digambarkan pula akibat mengerikan minuman keras yang telah meracuni tubuh Coupeau dan tanpa ampun merenggut hidupnya.

Benar-benar potret kehidupan manusia yang dengan sangat gamblang dan intense telah digambarkan oleh Émile Zola.

Minggu, 25 Maret 2012

The Laundress on L’Assommoir

Zola’s writing always put everyday life strongly in detail. The most interesting setting in L’Assommoir is not the dram shop (l'assommoir) itself, but the laundress of Gervaise (the female protagonist in this book).

"From far away, in the centre of the black row of the other shop-fronts, her shop seems to her full of light, so cheerful and new, with its pale blue sign on which the words "High Quality Laundering" were painting in big yellow letters. In the window which was closed at the back with little muslin curtains and papered in blue to show off the whiteness of the linen, there were mens' shirts displayed and womens' bonnet hung by their ribbons from brass wires. She thought her shop was pretty, the color of the sky. When you went inside there was still more blue, the paper was a copy of a Pompadour chintz, showing a trellis entwined with morning-glories; the workbench was a huge table with a thick cover; it took up two thirds of the space and was draped in a piece of cretonne printed with big bluish leaves, that hid the trestles. Gervaise would sit down on a stool, panting slightly with pleasure, delighted by how beautifully clean it was and gazing fondly at all her new equipment. But invariably her eyes went first to the cast-iron stove, where ten irons could heat at the same time, arranged round the grate on sloping stands."



From that scene I can see that Gervaise is very proud of her new laundress. She set it up neatly and cleanly, which will give a good impression to the neighborhood (her future customers). I think Gervaise is a woman with a business touch, she knows how to attract customers. Laundry equals to cleaning, so a clean shop reflects clean work on laundry. Look at how Gervaise uses white and blue color for the laundress which reflect cleanliness and freshness.

Laundress is a common business in 19th centuries--the setting of this book, which Émile Zola describes very detailed here. It's like I myself sit down together with Gervaise, watching her doing her works, and felt the heat from the stove when they were ironing. I think these are Zola's strength in his writing. The laundress is of course showing Gervaise's up and down. She achieved success with the laundress, and she fell down with it too. We could certainly not change this setting, because the laundress is actually Gervaise's life, as well the heart of this story.

Rabu, 21 Maret 2012

Gervaise: A Character Study From L'Assommoir

Gervaise adalah seorang wanita biasa dari kalangan kaum pekerja yang hidup di Paris abad 19. Secara fisik wajahnya cantik dan tubuhnya cukup menawan, sehingga disukai kaum pria. Kisah dibuka ketika Gervaise sedang hidup bersama kekasihnya: Lantier. Ternyata setelah memiliki 2 anak, Lantier yang berjanji akan memberikan kehidupan yang lebih baik, malah tenggelam dalam minuman keras dan berselingkuh, lalu meninggalkan Gervaise dalam kemiskinan begitu saja. Gervaise adalah wanita muda yang giat bekerja dan memiliki moral yang baik bila dibandingkan kaum wanita kelas pekerja lainnya. Ia lalu didekati oleh pria bernama Coupaue yang akhirnya menikahinya.

Meski berasal dari kelas pekerja, Gervaise memiliki visi untuk berbisnis sendiri membuka rumah laundry atau yang biasa disebut laundress. Sayangnya penghasilannya sebagai pencuci baju di sebuah laundress dan penghasilan suaminya sebagai tukang atap tak cukup untuk mewujudkan impian itu. Untungnya ada pria tetangga mereka yang bernama Goujet yang bersedia meminjami Gervaise uang. Maka laundress itu pun dibuka, dan dikelola Gervaise dengan baik sehingga sukses. Sayangnya Coupeau menderita kecelakaan dan karena kecewa tak dapat bekerja, ia pun jatuh ke dalam jerat minuman keras. Lantier pun akhirnya tinggal bersama keluarga mereka. Maka keuangan laundress itu pun mulai terkuras.

Wajah Gervaise yang manis


Gervaise sedang bekerja di laundress-nya dalam film

Gervaise adalah potret sesungguhnya kaum pekerja. Meski rajin bekerja, namun sangat sulit untuk dapat menabung uang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kelemahan Gervaise adalah karena ia terlalu baik pada semua orang. Tanpa melihat kemampuannya, ia menerima Lantier dan ibu mertuanya untuk tinggal bersama mereka. Padahal sebagian penghasilan laundress masih harus dipotong untuk membayar hutang pada Goujet. Belum lagi, begitu Gervaise mampu mendirikan bisnis milik sendiri, ia menjadi angkuh dan suka memamerkan kekayaannya. Ketika menyelenggarakan pesta makan malam misalnya, alih-alih memilih hidangan sederhana, ia memilih hidangan dan anggur mewah, meski untuk itu ia harus berhutang dulu.

Rasanya aku sudah sering melihat kehidupan orang-orang macam Gervaise ini, yang entah karena kurang bijaksana, entah karena terlalu lama terpuruk dalam kemiskinan dan lelah bekerja keras, maka begitu mereka sedikit lebih baik, mereka tak dapat mengelola keuangan, sehingga akhirnya mereka pun terpuruk lebih dalam dan tak kunjung dapat mengentaskan diri serta keluarganya ke taraf hidup yang lebih baik.

Sekali lagi, Gervaise hanyalah wanita biasa dan hanya salah satu dari kaum pekerja lainnya…

Minggu, 11 Maret 2012

Mini Biografi Émile Zola

The artist is nothing without the gift, but the gift is nothing without work. ~ Émile Zola

Émile François Zola lahir di Paris pada tanggal 2 April 1840, dari pasangan François Zola (nama aslinya Francesco Zolla), seorang insinyur Italia, dan istrinya Émilie Aurélie Aubert. Ketiga Zola pindah ke Aix-en-Provence ketika Émile berusia tiga tahun, lalu kembali ke Paris pada tahun 1858, 11 tahun setelah kematian sang ayah. Zola sejak kecil bersahabat dengan seniman Paul Cézanne.

Pernah bekerja dalam sebuah perusahaan pelayaran dan penerbit Hachette, Zola menghabiskan tahun-tahun pertama dalam karirnya dengan menulis review sastra dan seni untuk surat kabar, dan kemudian sebagai jurnalis politik. Novel utamanya yang pertama adalah Thérèse Raquin (1867), dan setelah itu Zola mulai menulis seri Les Rougon-Macquart ,yang mengisahkan tentang dua keluarga, keluarga Rougon dan keluarga Macquart, sepanjang lima generasi dalam setting The Second Empire di Prancis, di bawah pemerintahan Napoleon III. Selain itu Zola juga menulis The Masterpiece (1886), l'Assommoir (1877), Germinal (1885), kemudian “kisah tiga kota”, Lourdes (1894), Rome (1896), dan Paris (1897).



Kamis pagi, 13 Januari 1898, Prancis dihebohkan dengan halaman pertama surat kabar L’Aurore. Halaman pertama harian itu memuat tulisan Zola dengan headline: “J’Accuse...!” (dalam bahasa Inggris: "I accuse...! Letter to the President of the Republic"). Surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Félix Faure ini mengungkapkan tentang Kapten Alfred Dreyfus, seorang opsir Yahudi dalam tentara Prancis. Dreyfus dituduh telah membocorkan rahasia militer Prancis ke pihak Jerman. Ia kemudian dinyatakan bersalah dan dipenjarakan seumur hidup di Devil's Island, French Guiana. Belakangan, Letkol Georges Picquart menemukan bukti bahwa seorang opsir lain, Ferdinand Walsin Esterhazy, adalah orang yang bertanggung jawab atas bocornya rahasia militer tersebut dan bukannya Dreyfus. Anti-semitisme yang mengakar kuat pada saat itu mencegah Esterhazy diadili, sehingga nasib Dreyfus pun tidak mengalami perubahan. Zola mengambil risiko yang sangat besar dalam karir dan kehidupannya saat J’Accuse muncul . Kasus yang kemudian dikenal sebagai The Dreyfus Affair ini memecah Prancis menjadi dua kubu, kubu ketentaraan dan gereja yang reaksioner, dan kubu masyarakat yang cenderung lebih liberal. Kutipan Zola yang terkenal terkait The Dreyfus Affair adalah,
"The truth is on the march, and nothing shall stop it."


Zola meninggal dunia pada umur 62 tahun, pada tanggal 29 September 1902 karena keracunan gas karbon monoksida, akibat cerobong asap yang ditutup. Banyak yang mencurigai bahwa musuh-musuh Zola terlibat dalam kematiannya ini, namun asumsi ini menguap begitu saja karena tidak ada bukti. Zola awalnya dikubur di Cimetière de Montmartre di Paris, namun 6 tahun kemudian jasadnya dipindahkan ke Panthéon, di sebuah kapel bawah tanah di mana jasad Victor Hugo dan Alexandre Dumas juga bersemayam.
Émile Zola yang karya sastranya banyak diinspirasi oleh Balzac (1799-1850), diakui sebagai bapak dari sastra naturalis, dan sastrawan yang tak kalah sinarnya dengan sastrawan-sastrawan Prancis lain, semisal Victor Hugo. Ciri khas karya-karya literatur Zola adalah bahasa yang jelas, sederhana, tepat, deskripsi kenyataan seakurat mungkin. Memulai karirnya sebagai jurnalis, saran Zola bagi penulis-penulis muda adalah dengan memulai karir dari jurnalisme untuk mencapai gaya menulis yang ringkas dan efektif.

Dari berbagai sumber

Links:
Émile Zola on Wikipedia
The Dreyfus Affair on Wikipedia
"J'Accuse...!" (letter) on Wikipedia
English translation of "J'Accuse...!"
Biographical film "The Life of Émile Zola" on IMDb

Posting asli dari Surgabukuku

Jumat, 09 Maret 2012

Thérèse Raquin

Synopsis:

One of Zola's most famous realistic novels, Therese Raquin is a clinically observed, sinister tale of adultery and murder among the lower classes in nineteenth-century Parisian society. Zola's shocking tale dispassionately dissects the motivations of his characters--mere "human beasts", who kill in order to satisfy their lust--and stands as a key manifesto of the French Naturalist movement, of which the author was the founding father.


My Review:

Kalau ada satu hal yang paling rumit di dunia dan tak pernah bisa dipahami, pasti itu adalah manusia. Pepatah mengatakan, dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu. Mungkin karena itulah, psikologi adalah salah satu hal yang selalu menarik minatku, meski aku tak pernah mempelajarinya secara serius di bangku kuliah. Yang paling menakjubkan bagiku adalah bagaimana manusia memutuskan untuk berbuat jahat, yang jelas-jelas melawan kodratnya; dan bagaimana ia melawan hati nuraninya setelah melakukannya. Émile Zola benar-benar memukauku dengan caranya membuat sebuah pergulatan batin menjadi gamblang, lewat karyanya: Therese Raquin.

Therese Raquin bukanlah putri kandung Mme Raquin. Ia adalah keponakan yang diangkat menjadi anak oleh Mme Raquin, yang hidup menjanda di sebuah kota kecil di Prancis pada abad 19, bersama dengan putra semata wayangnya: Camille. Dari lahir Camille adalah bocah lembek yang sakit-sakitan. Hal itu diperparah oleh cara sang ibu membesarkannya, yaitu dalam pemanjaan sekaligus pemujaan. Camille pun terbiasa dicekoki oleh obat dan ramuan, dan dikurung di rumah yang gelap dan suram.

Mau tak mau, Therese harus menerima perlakuan yang sama dari ibu angkatnya, meski ia sebenarnya adalah gadis yang sehat walafiat. Dan lihatlah apa yang terjadi…

Kehidupan orang sakit yang dipaksakan terhadap dirinya membuatnya menjadi orang yang tertutup. Ia menjadi terbiasa berbicara dengan suara lirih, berjalan tanpa suara, duduk diam dan tak bergerak-gerak di kursi, memandang kosong dengan mata membelalak lebar. ~hlm. 26.
Therese akhirnya tumbuh sebagai gadis pemurung, acuh, namun di dalam dirinya ada semacam api yang menggelegak, bak gunung berapi yang sedang menggodok magmanya sebelum pada suatu saat yang tepat menyemburkannya dalam sebuah ledakan besar.

Keegoisan Mme Raquin membuatnya mengambil keputusan untuk menikahkan Therese dan Camille. Sesudah itu, keluarga yang aneh inipun pindah ke Paris, dan tinggal di rumah sekaligus toko alat jahitan yang suram di Passage (Selasar) du Pont Neuf. Camille yang suka mengajak teman-temannya singgah, suatu hari memboyong teman lamanya: Laurent. Saat melihat Laurent, Therese bagaikan tersihir. Tak seperti suaminya yang lembek dan berbau seperti anak kecil sakit-sakitan yang mebuat Therese jijik, Laurent terlihat benar-benar seperti seorang pria. Dalam diri Therese pelan-pelan tumbuh hasrat yang kuat yang, kupikir, merupakan pelampiasan atas keterkungkungan hidup wanita itu selama ini.

Di sisi lain, Laurent adalah jenis pria paling menyebalkan di dunia. Pria yang hanya mau bermalas-malasan dan mendewakan kenikmatan lewat makanan dan seks. Dan pria seperti ini lah yang melangkahkan kaki ke rumah keluarga Raquin dan menemukan wanita yang bisa memenuhi hasratnya: Therese. Tak butuh waktu lama, segera terjadilah perselingkuhan panas penuh gairah antara kedua manusia ini. Laurent dan Therese menemukan kenikmatan dalam perselingkuhan mereka, dan mulai timbul keinginan untuk melakukannya dengan bebas. Satu-satunya penghalang bagi keduanya untuk bersatu, adalah Camille. Tanpa perlu terucap, dosa perzinahan yang mereka lakukan mulai menggiring mereka ke dosa berikutnya.

Kisah di atas hanya memakan sepertiga dari keseluruhan buku ini. Dua pertiga sisanya dipenuhi oleh Zola dengan kajian psikologis Therese dan Laurent setelah melakukan kejahatan mereka. Dan di bagian-bagian inilah terletak kekuatan buku ini. Zola tak hendak hanya bertutur, ia sedang melakukan semacam analisa ilmiah. Bak seorang ilmuwan yang ingin mengamati reaksi tertentu yang timbul bila ia mencampurkan dua substansi berbeda, begitulah Zola menyajikan perubahan watak yang akan terjadi apabila dua insan manusia yang berbeda watak namun sama-sama labil dipertemukan oleh cinta. Dan ketika hasrat mereka tak terkekang, hasrat itu membawa mereka pada tindakan yang tak bermoral serta pengecut. Namun yang paling menarik, bagaimana reaksi watak mereka setelah tindak kejahatan yang sama-sama mereka lakukan itu.

Tubuh mereka menggeletarkan getaran-getaran yang sama, dan jantung meraka, yang membentuk semacam persatuan yang merana, berdebar-debar kencang gara-gara perasaan ngeri yang sama. Semenjak saat itu, mereka hanya mempunyai satu tubuh d
an satu jiwa untuk merasakan kenikmatan dan penderitaan. Kesamaan itu, perasaan menyatu itu bersifat kejiwaan dan merupakan fakta psikologis yang sering terjadi di antara orang-orang yang terperangkap bersama-sama gara-gara suatu ketegangan mental yang luar biasa. ~hlm. 166.

Seringkali manusia menggembar-gemborkan tentang kebebasan. Padahal tak ada kebebasan mutlak dalam kehidupan kita. Setiap tindakan kita membawa kita pada konsekuensi yang lain. Therese dan Laurent juga mendambakan kebebasan yang harusnya tak mereka miliki. Akibatnya, alih-alih merasa bebas, mereka justru menjadi budak dari konsekuensi tindakan mereka sendiri. Mengerikan bagaimana hati nurani manusia menghukum diri mereka sendiri dengan caranya sendiri pula. Pergulatan batin Therese dan Laurent begitu intens dan digambarkan dengan jelas dan detil oleh Zola hingga pembaca seolah turut mengalami mimpi-mimpi buruk mereka yang menyeret mereka ke ambang kegilaan.

Saat terbit, Therese Raquin mendapatkan kritikan bertubi-tubi dari para kritikus maupun sesama penulis, yang menganggap Therese Raquin mengumbar kejorokan dan kevulgaran. Dalam edisi kedua yang diterbitkan tahun 1868, Zola pun menulis pendahuluan untuk menjelaskan latar belakang di balik kisah Therese Raquin.

Seperti telah kuungkapkan di paragraf awal, aku menyukai telaah psikologis dalam kisah fiksi. Dua penulis terfavoritku: Agatha Christie dan John Grisham pernah menghasilkan buku-buku yang mengupas psikologi manusia saat menghadapi sesuatu. Christie dalam banyak novelnya, namun Tirai (Curtain) yang menjadi favoritku. Sedang Grisham lewat The Chamber (Kamar Gas). Namun keduanya belum apa-apa bila dibandingkan Therese Raquin.

Jujur, buku ini tergolong berat dan menguras emosi. Bukan jenis buku yang akan memberi hiburan, tapi jelas buku ini juga merupakan jenis buku yang takkan pernah anda lupakan. "Gema"nya akan terus memenuhi pikiran anda selama beberapa waktu lamanya setelah anda menutup buku ini. Bravo Émile Zola! Meski dulu banyak orang mencelamu, tapi aku yakin tak banyak orang lain yang mampu menghasilkan karya seperti ini. Tiga bintang untuk Therese Raquin!


Original cover:



Let Me Introduce You to Mr. Zola!

Selamat datang di blog yang kudedikasikan untuk salah satu penulis klasik terbesar Prancis: Émile Zola. Kecintaanku pada Zola dimulai setelah aku membaca karyanya: Therese Raquin. Tulisan Zola yang naturalis sebenarnya membuat aku kadang merasa tertekan atau tak nyaman, namun aku tetap suka gaya bertuturnya, dan terutama analisa psikologis terhadap tokoh-tokohnya yang mendalam.

Setelah Therese Raquin, aku akan mencoba membaca sebanyak mungkin karya-karya beliau, yang akan ku-share secara khusus di blog ini. Blog ini nantinya tak hanya berisi review atas buku-buku Zola, tapi juga tentang kehidupannya dan apa yang kurasakan dari membaca buku-bukunya, juga ulasan tentang tokoh-tokoh di bukunya.

Selamat menikmati!